Kepemimpinan Otentik (Authentic Leadership)

Latar Belakang
Manusia sesuai dengan kodratnya dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Bahkan sejak Adam diciptakan sebagai manusia pertama dan diturunkan ke bumi, ia diberi tugas sebagai khalifah fil ardhi sebagaimana termaktub dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 
Pemimpin adalah hal yang sering kita dengar, segala sesuatu di dunia ini pasti memerlukan pemimpin baik golongan manusia, hewan, dan lain-lain. Selain itu, pemimpin merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan kita, coba anda bayangkan jika kita tidak memiliki pemimpin. Contoh kecil saja yaitu pemimpin dalam kelas atau suatu forum maka segala program yang ada tidak akan pernah bisa berjalan dengan baik karena tidak ada yang mengendalikan, mendorong, serta menggerakkan untuk bersama-sama melaksanakan program tersebut.
Dalam kehidupan organisasi, gaya kepemimpinan seorang pemimpin adalah hal yang penting diperhatikan. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi dituntut untuk bisa membuat individu – individu dalam organisasi yang dipimpinnya bisa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan oleh pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi. Maka dari itu, seorang pemimpin harus bisa memahami perilaku anggotanya dalam organisasi yang dipimpin untuk bisa menemukan gaya kepemimpinan yang tepat bagi organisasinya.
Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi terpinggirkan, padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan pengaruhnya pada kinerja organisasi sangat bergantung pada kepekaan pimpinan untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi antar konsep kepemimpinan-kekuasaan-politik dalam organisasi, kemampuan memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan budaya organisasi yang ideal.
Kreativitas penting bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan pengambil keputusan untuk lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat dilihat orang lain. Meskipun begitu, pada kenyataannya banyak pemimpin yang dalam mengambi; keputusan tidak memperhatikan perilaku pemimpin yang baik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat berperan dengan baik, antara lain: (1) ektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan, (2) efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang, (3) efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi, (4) perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui pertumbuhan dan perkembangan, dan (5)  kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.
Disisi lain, kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dari kepengikutan (followership) karena kepemimpinan menjadi tidak berarti jika tanpa adanya peran serta pengikut. Tingginya rasa kepengikutan akan terpengaruh pada sejauh mana pemimpin menjadi seorang pemimpin, dan melibatkan semua personel dalam menjalankan program maupun keterlibatan dalam menyusun program akan berpengaruh terhadap keikutsertaan personel pada setiap program. Namun perlu dipahami bahwasanya walaupun semua pemimpin memiliki tujuan dasar yang sama, mereka tetaplah individu yang berbeda. Maka tidak aneh jika setiap pemimpin memiliki cara yang berbeda. Inilah yang sering kita kenal dengan kepemimpinan.
Kepemimpinan otentik memperoleh momentum banyak dikaji para peneliti sejak awal tahun 2000-an, meskipun ide dan penelitian tentang pemimpin yang otentik telah dilakukan sejak beberapa dekade sebelumnya, misalnya oleh Seeman (1966), lalu Henderson & Hoy (1983). Kajian tersebut intensif dilakukan di Amerika Serikat, sebagai pengembangan dari kajian mengenai kepemimpinan transformasional (transformational leadership), kharismatik (charismatic leadership), pelayanan (servant leadership), serta kepemimpinan spiritual (spiritual leadership) (Avolio & Gardner, 2005). Pasca peristiwa 11 September 2001,  yang diikuti dengan krisis, dan sejumlah permasalahan moral lainnya dalam organisasi industri seperti WorldCom, Arthur Anderson, dan Enron, para akademisi dan praktisi merasa perlu menyusun kajian mengenai pemimpin yang memiliki integritas dan standar moral yang tinggi, memimpin dengan mengikuti kebenaran dan  nurani, serta menunjukkan relasi yang positif dengan para pengikutnya (Wherry, 2012).
Konsep kepemimpinan otentik pada awalnya dikaji dalam bidang Sosiologi dan Pendidikan. Seeman (1966), seorang sosiolog meneliti konsep tentang inauthenticity, yang dipandang sebagai plastisitas yang berlebihan dari pemimpin yang berusaha memenuhi tuntutan yang dirasakan timbul dari perannya. Henderson dan Hoy (1983) kemudian mengkaji kembali konsep tersebut dalam konteks kepemimpinan di bidang pendidikan, dan merevisi skala Seeman melalui penambahan item baru. Berbeda dengan fokus awal pada inauthenticity, kepemimpinan autentik lebih mencerminkan akar konseptual dari psikologi positif dan menekankan pengembangan karakteristik kepemimpinan yang lebih positif  (Luthans & Avolio, 2003).
Pada tahun 2004 Gallup Leadership Institute, Universitas Nebraska – Lincoln menyelenggarakan konferensi tentang Pengembangan Kepemimpinan Otentik (Authentic Leadership Development) di Omaha, Nebraska.  Konferensi ini mempromosikan dialog antara para akademisi dan praktisi dari berbagai domain organisasi bisnis, politik, pendidikan, dan militer untuk menstimulasi wawasan dan teori dasar tentang kajian pengembangan kepemimpinan dan kepengikutan otentik (authentic leadership and followership). Lebih dari 80 artikel dipresentasikan pada konferensi ini dan dievaluasi menggunakan standar Leadership Quarterly (Avolio & Gardner, 2005). Meningkatnya kesadaran diri, pengaturan diri, dan keteladanan pemimpin yang otentik dianggap dapat mendorong pengembangan otentisitas para pengikutnya. Pada gilirannya, pengikut yang otentik diyakini memiliki kontribusi terhadap kesejahteraan dan peningkatan kinerja (Avolio & Gardner, 2005; Ilies, Morgeson, & Nahrgang, 2005).
Berdasarkan hasil kajian para peneliti sejak tahun 2006 sampai dengan 2015, kepemimpinan otentik diketahui memberikan pengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Pengaruh positif kepemimpinan otentik juga diketahui dalam meningkatkan perilaku positif,  serta menurunkan perilaku negatif pemimpin dan pengikut sebagai individu maupun kelompok dalam organisasi. Kepemimpinan otentik dapat meningkatkan perilaku positif dalam organisasi, karena terbukti berpengaruh positif terhadap kepuasan dalam bekerja/job satisfaction & satisfaction with supervisor (Jensen & Luthans, 2006; Walumbwa  dkk, 2008; Giallonardo  dkk, 2010; Peus dkk, 2012; Azanza  dkk, 2013; Wong & Laschinger, 2013; Černe dkk, 2014; Parr & Hunter, 2014), perilaku kewargaan atau organizational & group citizenship behavior (Walumbwa  dkk, 2008; Walumbwa  dkk, 2010; Walumbwa  dkk, 2011; Valsania  dkk, 2012; Cottrill dkk, 2014; Shapira-Lishchinsky & Tsemach, 2014), keterikatan kerja/work & employee engagement (Walumbwa  dkk, 2010; Wong  dkk, 2010; Bamford  dkk, 2013; Seco & Lopes, 2013; Wang & Hsieh, 2013; Parr & Hunter, 2014), komitmen/affective & organizational commitment/commitment to supervisor/ followers loyalty (Leroy dkk, 2012; Emuwa, 2013; Monzani dkk, 2014; Guerrero dkk, 2015; Kiersch & Byrne, 2015; ), kinerja / job, follower, & group performance (Walumbwa  dkk, 2008; Clappp-Smith  dkk, 2009; Wong & Cummings, 2009; Walumbwa dkk, 2011; Wong & Laschinger, 2013; Wang dkk, 2014; Xiong & Fang, 2014); serta kebahagiaan/ work happiness & psychological wellbeing (Jensen & Luthans, 2006; Toor & Ofori, 2009; Cassar & Buttigieg, 2013). Kepemimpinan otentik juga dapat dimaknai menurunkan perilaku negatif dalam organisasi, karena berpengaruh negatif terhadap burn out (Wong & Cummings, 2009), employee stress (Kiersch & Byrne, 2015), emotional exhaustion (Laschinger dkk, 2013), cynicism (Laschinger, dkk 2013), organizational deviance (Erkutlu & Chafra, 2013), absence frequency (Shapira-Lishchinsky & Tsemach, 2014), dan turnover intentions (Parr & Hunter, 2014).
Menurut pandangan Barat, pendekatan kepemimpinan autentik relatif baru (Gardner Avolio, Luthans, May, & Walumbwa, 2005). Hal ini disampaikan oleh George, mantan CEO dari sebuah perusahaan yang berbasis di A.S., yang menekankan pada permintaan para pemimpin otentik. Menurutnya, kami membutuhkan orang-orang dengan integritas tertinggi yang berkomitmen untuk membangun organisasi, dan para pemimpin yang dapat mengambil tanggung jawab organisasi sebagai tujuan dan setia pada nilai-nilai mereka. George menyebut kepribadian seperti itu sebagai pemimpin otentik. Lebih lanjut, ia menyarankan bahwa dewan perusahaan harus memilih pemimpin otentik berdasarkan karakter (Klenke, 2007). Teori kepemimpinan otentik, dengan demikian, menekankan pada keaslian sebagai sifat penting dari seorang pemimpin yang membantu seorang pemimpin untuk menjadi otentik melalui "kesadaran diri, penerimaan diri, pengetahuan diri, iman, tindakan dan hubungan, promosi hubungan otentik dengan pengikut dan rekanan mereka, didukung oleh transparansi, kepercayaan, integritas, dan standar moral yang tinggi (Besen, Tecchio, & Fialho, 2015).
Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa setiap pemimpin memiliki gaya atau jenis kepemimpinan yang berbeda. Jika ada seribu pemimpin maka akan ada pula seribu gaya kepemimpinan yang juga ikut terbentuk. Diantara jenis kepemimpinan itu adalah kepemimpinan Autentik. Gaya kepemimpinan Autentik itu akan dibahas dieksplorasi dalam makalah ini. 
Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan fokus masalah, makalah ini bertujuan untuk:
1.    Mengetahui definisi kepemimpinan autentik
2.    Mendeskripsikan karakter pemimpin autentik
3.    Mendeskripsikan efektivitas kepemimpinan autentik 

Definisi Kepemimpinan Autentik
Kepemimpinan adalah sebuah proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok indiivdu untuk mencapai tujuan bersama (Northouse dalam Bishop, 2013). Vroom dan Jago (dalam Chatman & Kennedy, 2010) menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah proses memotivasi sekelompok orang untuk berkolaborasi bersama untuk mencapai sesuatu yang hebat.
Istilah kepemimpinan otentik terdiri dari dua kata, yaitu kepemimpinan dan otentik. Kepemimpinan dalam bahasa Inggris disebut dengan leadership, memiliki makna  kemampuan dan proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu (Yukl, 2015). Istilah otentik (authenticity) berasal dari pepatah Yunani, yaitu  γνῶθι σεαυτόν / gnōthi seauton / know thyself, yang memiliki makna kenali dirimu sendiri, tertulis dalam salah satu prasasti Candi Apollo, di Delphi. Selain itu juga terdapat istilah Yunani yang lain, yaitu “Authento” (to have full power), yang memiliki makna otentik  (Gardner, Cogliser, Davis, &  Dickens, 2011). Berdasarkan kajian ilmiah, authenticity didefinisikan sebagai kemampuan dan proses mental individu untuk menemukan dirinya yang sejati, dan berperilaku selaras dengan kesejatiannya itu dalam berbagai situasi kehidupan. (Heppner, Kernis, Nezlek, Foster, Lakey, & Goldman, 2008; Kifer, Heller, Perunovic, & Galinsky, 2013; Impett, Javam, Le, Asyabi-eshghi, & Kogan, 2013; Le & Impett, 2013; Lenton, Slabu, Sedikides, & Power, 2013; Klipfel 2014).
Pemimpin autentik menurut George (2003) adalah tetap setia pada nilai-nilai dan keyakinannya yang memandu pemimpin itu untuk mengambil keputusan dan bertindak memenuhi nilai-nilai etis dan moral. Kepemimpinan autentuk memiliki daya tahan dalam mengatasi berbagai masalah, memiliki konsep perilaku positif organisasi, memiliki harga diri yang optimal, memiliki ketulusan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan autentik antara lain: (1) dapat dipercaya, (2) asli atau tulen, dan (3) sah. Sedangkan menurut Veitzhal dkk (2013) kepemimpinan bisa diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu dan situasi tertentu. Berdasarkan kedua hal tersebut, maka kepemimpinan autentik secara bahasa bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang yang tidak dibuat-buat/asli untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu dan situasi tertentu.
Kepemimpinan otentik dalam organisasi merupakan kemampuan dan proses yang menekankan pada kapasitas psikologis yang positif dalam konteks organisasi yang maju, menghasilkan kesadaran diri, pengembangan diri, dan perilaku positif yang lebih besar pada pemimpin dan pengikutnya (Luthans dan Avolio, 2003).  Avolio, Luthans, & Walumbwa (2004) mendefinisikan pemimpin otentik sebagai pemimpin yang sangat sadar terhadap dirinya (deeply aware) dalam berpikir dan bertindak, serta  dipersepsi orang lain sebagai orang yang sadar terhadap nilai-nilai moral dirinya dan orang lain; berwawasan luas dan memiliki kekuatan; sadar konteks di mana sedang berada; merasa yakin, memiliki harapan, optimisme, ketangguhan, dan karakter moral yang tinggi.
Ilies dkk. (2005) menambahkan bahwa pemimpin otentik sangat menyadari nilai hidup dan keyakinannya, percaya diri, asli (genuine), dapat diandalkan dan  dipercaya, fokus pada pengembangan kekuatan para pengikutnya, memperluas pemikiran pengikutnya, dan menciptakan suasana organisasi yang positif dan menyenangkan.
Secara bahasa, kepemimpinan autentik tampak mudah didefinisikan. Sebenarnya, ini adalah proses kompleks yang sulit untuk digambarkan. Di kalangan pakar kepemimpinan, tidak ada satu definisi yang diterima tentang kepemimpinan autentik. Terdapat berbagai pendapat lain, masing-masing dari sudut pandang yang berbeda dan dengan penekanan yang berbeda. Beberapa prespektif kepemimpinan autentik (dalam Peter, 2013) itu antara lain:
1.    Shamir & Eilam tentang kepemimpinan autentik menurut pendekatan antar pribadi, dinyatakan bahwa pemimpin yang autentik adalah menampilkan kepemimpinan yang asli, memimpin dengan autentisitas hati, dan asli, bukan palsu. Perspektif ini menekankan pengalaman hidup pemimpin dan makna yang dikaitkan dengan pengalaman tersebut, sebagai hal penting untuk pengembangan pemimpin yang autentik.
2.    Eagly, tentang kepemimpinan autentik menurut proses antar pribadi. Perspektif ini mendeskripsikan kepemimpinan autentik sebagai sesuatu yang bersifat antar pribadi, diciptakan oleh pemimpin dan pengikut secara bersama. Hal itu tidak dari upaya pemimpin sendiri, tetapi juga respons dari pengikut. Autentisitas muncul dari interaksi antara pemimpin dan pengikut. Hal itu adalah proses timbal balik karena pemimpin mempengaruhi pengikut dan pengikut mempengaruhi pemimpin.
3.    Avolio dkk, tentang kepemimpinan autentik menurut perspektif perkembangan. Perspektif ini melihat kepemimpinan autentik sebagai sesuatu yang bisa didorong dalam diri pemimpin, bukan seperti sifat yang pasti. Kepemimpinan autentik berkembang di dalam diri manusia selama hidupnya dan bisa dipicu oleh peristiwa besar dalam hidupnya.
4.    Walumba dkk, dengan menggunakan pendekatan perkembangan membuat konsep kepemimpinan autentik sebagai pola perilaku pemimpin yang berkembang dari dan didasarkan pada karakter psikologis positif pemimpin serta etika yang kuat. Mereka menyatakan kepemimpinan autentik terdiri dari 4 komponen yang berbeda tetapi terkait: pemahaman diri, prespektif moral yang digunakan, pengolahan yang seimbang, serta transparansi hubungan. Selama hidupnya pemimpin autentik belajar dan mengembangkan empat jenis perilaku ini.

Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Kepemimpinan Autentik
Ilies, dkk (2005) juga melakukan kajian teoritis dan menyusun proposisi bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepemimpinan otentik, antara lain :
a.    Konsep diri yang positif (positive self concept) dan kecerdasan emosi (emotional intelligence).
Pemimpin yang memiliki konsep diri yang positif dan  kecerdasan emosi yang tinggi akan memiliki kesadaran diri yang lebih baik. Pemimpin yang lebih sadar diri akan memiliki penerimaan diri yang lebih baik, otonomi yang lebih tinggi, relasi yang lebih positif dengan orang lain, dan lebih berbahagia.
b.    Integritas (integrity)  dan orientasi pembelajaran (learning goal orientation).
Pemimpin dengan integritas tinggi dan lebih berorientasi belajar, akan menunjukkan pemrosesan informasi yang lebih seimbang dan tidak bias. Pemimpin yang melakukan pemrosesan tidak bias akan lebih akurat dalam menginterpretasikan tugas yang diemban, lebih baik dalam memperkirakan kemampuannya mengatasi masalah, dan menemukan situasi yang memungkinkan lebih banyak tantangan untuk belajar.
c.    Harga diri (self esteem) dan evaluasi diri (self monitoring).
Pemimpin yang tidak mudah terpengaruh oleh komentar-komentar orang lain akan lebih mudah menunjukkan perilaku yang lebih otentik.
d.    Interaksi positif masa sebelumnya (past positive relationships) dan perilaku positif masa sebelumnya (past positive behavior).
Pemimpin yang lebih banyak memiliki relasi positif dan berperilaku positif pada masa kanak-kanak dan remaja, akan lebih mudah berperilaku otentik.

Karakter Pemimpin Autentik
Menurut Bill George (dalam Peter, 2013), pemimpin yang autentik menunjukkan 5 karakter utama, yakn:
1.    Tujuan (purpose)
Pemimpin yang autentik memiliki pemahaman akan tujuan. Mereka mengetahui siapakah diri mereka dan arah yang mereka tuju. Selain mengetahui tujuannya, pemimpin yang autentik diinspirasi dan secara intrinsik dimotivasi oleh tujuan mereka. Mereka adalah individu yang antusias dan memiliki minat mendalam terhadap apa yang mereka lakukan dan benar-benar peduli dengan pekerjaan mereka.
2.    Nilai (values)
Pemimpin yang autentik memahami nilai diri mereka dan berperilaku terhadap orang lain berdasarkan pada nilai ini. Pemimpin yang autentik mengetahui “arah yang mereka tuju”. Mereka memiliki ide yang jelas tentang siapa mereka, kemana mereka akan melangkah, dan hal benar apa yang harus dilakukan. Ketika diuji dalam situasi yang sulit, maka pemimpin yang autentik tidak melanggar nilai mereka, tetapi menggunakan situasi tersbut untuk memperkuat nilai mereka.
3.    Hubungan (relationship)
Pemimpin yang autentik memiliki kemampuan untuk membuka dirinya dan membuat hubungan yang kuat dengan orang lain. Mereka bersedia untuk berbagi cerita dengan orang lain dan mendengarkan cerita orang lain. Lewat tindakan yang saling membuka diri ini, pemimpin dan pengikut mengembangkan rasa percaya dan kedekatan.
4.    Disiplin Diri (self-discipline)
Disiplin diri memberikan konsentrasi dan kekuatan tekad. Ketika pemimpin menetapkan tujuan dan standar yang harus dicapai, maka disiplin diri membantu untuk mencapai tujuan ini dan membuat semua orang bertanggung jawab. Disiplin diri juga memberikan pemimpin energi untuk melakukan pekerjaan dalam kesesuaian dengan nilai permimpinnya.
5.    Hati (heart)
Simpati dan hati sebagai aspek penting dalam kepemimpinan autentik. Simpati merujuk pada sikap peka terhadap kesulitan yang dialami orang lain, membuka diri terhadap orang lain dan bersedia untuk membantu mereka.

Tolak ukur Kepemimpinan Otentik
Alat ukur Kepemimpinan Otentik terdiri dari empat komponen sebagai berikut (Avolio, Gardner & Walumbawa, 2007; Riggio, 2014):
 1.    Self-Awareness
Sejauh mana pemimpin menyadari kekuatan-kekuatan, keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya dan bagaimana pemimpin bisa mempengaruhi orang lain.
2.    Transparansi
Sejauh mana pemimpin mendorong keterbukaan terhadap orang lain dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memunculkan ide-ide, tantangan dan opini. Pemimpin jujur dan tidak memiliki agenda tersembunyi, terus terang ketika berhadapan dengan orang lain.
3.    Moral,
Sejauh mana pemimpin membuat standar yang tinggi untuk pelaksanaan moral dan etika. Pemimpin otentik memiliki etika, memahami hal benar apa yang harus dilakukan dan perduli akan etika dan keadilan.
4.    Balanced Processing
Sejauh mana pemimpin meminta pendapat dan sudut pandang yang cukup sebelum membuat keputusan penting. Pemimpin otentik yang efektif akan mempertimbangkan semua pilihan dan pandangan-pandangan kontra sebelum melakukan serangkaian tindakan. Perencanaan-perencanaan baik-baik dipikirkan dan didiskusikan dengan terbuka.
Komponen kepemimpinan autentik menurut Luthas (2003) adalah percaya diri, penuh harapan, optimis, ulet, transparan, moral etis, berorientasi masa depan, menambah rekan kerja. Komponen kepemimpinan autentik terdiri dari :
1.        Self awareness
Pemimpin menyadari potensi dirinya dan percaya, memiliki stavilitas emosi, motif, kompleksitas, kemampuan, dan konflik batin.
2.        Unbiased or balanced processing, yaitu fokus pada keyakinan sendiri, tidak dibebani harapan orang lain atau keinginan untuk menyenangkan orang lain, keputusan dan perilaku dipandu nilai-nilai pribadi.
3.        Behaviors are true to self and motivated by personal convictions, yaitu kemampuan untuk mengungkapkan dan berbagi informasi tentang diri sendiri secara tepat dan terbuka untuk berhubungan dengan orang lain, mencapai keterbukaan dan keyakinan yang penuh dalam hubungan dekat.
Seorang pemimpin otentik memiliki nilai-nilai, prinsip, moral yang ia milliki sebagai dirinya sendiri, bukan imitasi atau meniru orang lain. Mereka akan mendemonstrasikan nilai-nilai, prinsip,moral dan etika ke dalam perilaku kepemimpinannya. Menurut Kruse (2013) dari berbagai konsep teori, karakteristik dari pemimpin yang otentik adalah:
1.    Self-aware dan tulus
Pemimpin-pemimpin yang otentik adalah individu yang mengaktualisasikan dirinya dengan memiliki self-awareness (kesadaran diri). Mereka mengetahui kekuatan dan kelemahan pada diri mereka sendiri dan emosi mereka. mereka juga tidak berperilaku berbeda di berbagai kondisi, dengan kata lain mereka menjadi diri mereka di hadapan para pengikutnya. Mereka juga tidak takut untuk terlihat lemah dengan mengakui kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dan kegagalan yang pernah mereka lalui.
2.    Mission driven dan fokus pada hasil
Mereka mampu menempatkan misi-misi untuk mencapai tujuan orang banyak atau organisasi di atas tujuan pribadi. Mereka melakukan pekerjaan mereka untuk mencapai hasil bukan untuk kekuasaan, ego dan keinginan materi pribadi.
3.    Memimpin dengan hati, tidak hanya dengan pikiran
Mereka tidak takut untuk menunjukkan emosi-emosi yang mereka miliki, kerentanan mereka terhadap karyawan. Namun bukan berarti mereka “lembek”, akan tetapi dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakan dengan tata cara yang tepat beserta empati.
4.    Fokus pada jangka panjang
Mereka fokus untuk hasil jangka panjang, bersedia untuk membimbing setiap orang dan memelihara organisasi dengan sabar dan kerja keras karena mereka yakin dengan hasil yang akan bertahan untuk jangka waktu yang lama.

Kajian Mengenai Konstruk Teroritis dan Pengukuran Kepemimpinan Otentik
Kajian mengenai konstruk teoritis dan pengukuran kepemimpinan otentik antara lain dilakukan oleh Walumbwa, Avolio, Gardner, Wernsing & Peterson (2008) yang melakukan penelitian dengan partisipan sebanyak 224 orang di Amerika dan 212 orang di Cina. Definisi operasional tentang kepemimpinan otentik yang dikaji, yaitu pola perilaku pemimpin yang mengacu pada kapasitas psikologis positif dan mempromosikan iklim etika yang positif melalui kesadaran diri yang mendalam, perspektif moral yang diinternalisasikan, pengolahan informasi yang seimbang, dan relasi yang transparan antara pemimpin dan pengikut untuk mendorong pengembangan diri yang positif.  Alat ukur yang disebut Authentic Leadership Scale (ALS) kemudian disusun, dikembangkan, dan divalidasi.
Hasil analisis faktor yang dilakukan menunjukkan bahwa kepemimpinan otentik terbagi menjadi empat aspek, yaitu kesadaran diri pemimpin (self awareness), relasi yang transparan (relational transparency), pemrosesan yang seimbang (balanced processing), dan perspektif moral yang diinternalisasi (internalized moral perspective). Kesadaran diri (self awareness), merupakan persepsi pengikut terhadap pemahaman pemimpinnya dalam menemukan dan membuat makna dari dunia, dan bagaimana makna tersebut memberikan dampak pada sudut pandangnya dari waktu ke waktu. Relasi yang transparan (relational transparency) adalah persepsi pengikut terhadap perilaku pemimpin yang menampilkan dirinya secara otentik dalam berinteraksi dengan orang lain, bukan pencitraan diri maupun pendistorsian diri. Pemimpin dianggap memiliki rasa percaya (trust) kepada orang lain, terbuka untuk berbagi informasi, serta mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara otentik ketika mengungkapkan emosi yang menurutnya kurang pantas. Pemrosesan yang seimbang (balanced processing) menunjukkan persepsi pengikut terhadap kemampuan pemimpin untuk menganalisis semua informasi dan data yang relevan secara objektif sebelum mengambil keputusan. Pemimpin juga dipersepsi bersedia menerima masukan dan kritikan yang memberi tantangan terhadap posisi yang sedang diemban. Internalisasi perspektif moral (internalized moral perspective) mengacu pada persepsi pengikut terhadap internalisasi dan integrasi regulasi diri pemimpin secara menyeluruh.  Pengambilan keputusan pemimpin dipandu oleh standar nilai moral yang telah diinternalisasikan, dibandingkan dengan nilai kelompok, organisasi, dan sosial. Pengambilan keputusan dan perilaku pemimpin dipersepsi pengikut konsisten dengan nilai-nilai moralnya. Hasil penelitian juga diketahui bahwa kepemimpinan otentik memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan kerja, komitmen kerja, perilaku kewargaan organisasi, dan kinerja pegawai. (Walumbwa dkk,  2008).
Shamir & Eilam (2005) melakukan kajian tentang pengembangan kepemimpinan otentik melalui refleksi terhadap perjalanan hidup pemimpin (life story). Perjalanan  hidup seorang pemimpin mencerminkan tingkat pengetahuan diri, kejelasan konsep diri, kesadaran yang dialami dan dimaknai pemimpin, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pengikut untuk menilai pemimpin yang otentik. Pengembangan kepemimpinan otentik tersebut memiliki empat komponen. Pertama, pengembangan identitas pemimpin sebagai komponen utama dari konsep diri individu (Development of a leader identity as a central component of the person’s self-concept). Kedua, Pengembangan pengetahuan diri dan kejelasan konsep diri, termasuk kejelasan tentang nilai-nilai dan keyakinan (Development of self-knowledge and self-concept clarity, including clarity about values and convictions). Ketiga, pengembangan tujuan hidup yang sesuai dengan konsep diri (Development of goals that are concordant with the self-concept). Keempat, peningkatan konsistensi antara perilaku dengan konsep diri pemimpin (Increasing self-expressive behavior, namely consistency between leader behaviors and the leader’s self-concept).
Peus, Wesche, Streicher, Braun, & Frey (2012) menambahkan berdasarkan kajian empirik terhadap para pegawai di Jerman, diketahui bahwa kepemimpinan otentik dipengaruhi oleh self knowledge dan self consistency pemimpin.  Pemimpin yang memiliki pengetahuan tentang dirinya (self knowledge) secara mendalam memiliki kejelasan terhadap nilai-nilai dan keyakinannya.  Hal tersebut menyebabkan para pemimpin dapat mengembangkan sistem makna untuk merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak secara otentik. Dengan memahami nilai-nilai hidup secara menyeluruh, pemimpin otentik dapat bertindak sesuai dengan nilai yang diyakini, bahkan ketika mendapatkan tekanan sosial atau situasional. Pengetahuan tentang nilai, keyakinan, serta kekuatan dan kelemahan diri merupakan prasyarat bagi para pemimpin untuk bertindak sesuai dengan diri, lebih sejati, dan  dengan cara yang juga dapat dipersepsi otentik oleh para pengikutnya. Keselarasan antara nilai yang diyakini dengan perilakunya membuat pemimpin menjadi dirinya yang sejati dan lebih terbuka bagi pengikut. Konsistensi yang tinggi antara nilai yang diyakini dengan tindakannya (self consistency) merupakan indikator seorang pemimpin dipersepsi memiliki kepemimpinan yang otentik (Peus dkk, 2012).
Mengacu temuan Walumbwa dkk (2008), Baron & Parent (2015) melakukan kajian pengembangan kepemimpinan otentik dengan melakukan wawancara terhadap 24 manajer (11 perempuan, 13 laki-laki) yang mengikuti pelatihan kepemimpinan di Kanada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengembangan kepemimpinan otentik memiliki dua fase, yaitu eksplorasi dan integrasi. Fase eksplorasi terdiri dari tiga tahapan, yaitu mengembangkan kesadaran diri (developing self-awareness),  mengidentifikasi perilaku yang memungkinkan dicoba (identifying possible behaviors to adopt), dan mencoba perilaku baru (trying out new behaviors). Fase integrasi terdiri dari dua tahapan,  yaitu trigger - menyadari manfaat perubahan (recognizing the benefits of change),  dan menerapkannya di tempat kerja (transferring behaviors and attitudes to the work-place).
Tahap mengembangkan kesadaran diri dalam fase eksplorasi, peserta difasilitasi untuk memahami potensi atau kelebihan yang dimiliki dan potensi lain yang ingin dikembangkan. Kesadaran diri dikembangkan melalui  proses menyadari pola tingkah laku selama ini, menyadari emosi yang dialami, menyadari nilai hidup yang dibutuhkan, mengambil hikmah dari lalu, memahami sikap dan perilaku orang lain, dan lebih peka dan peduli terhadap sikap dan perilaku yang berdampak pada orang orang lain.  Pada tahapan identifikasi perilaku, peserta difasilitasi untuk merumuskan rencana perilaku yang ingin dikembangkan dan menetapkan tujuan dari perilaku-perilaku tersebut. Sedangkan pada tahapan mencoba perilaku baru, peserta difasilitasi untuk mengkonsolidasikan proses pengembangan dalam fase eksplorasi dalam suatu perilaku baru dan diberi kesempatan untuk mengevaluasi, apakah perilaku tersebut sudah tepat dan efektif.  Selanjutnya pada fase integrasi, peserta difasilitasi untuk menyadari manfaat perubahan perilaku seperti lebih menikmati pekerjaan, lebih bahagia, stres menurun, merasakan kehidupan yang lebih seimbang, lebih terlibat dengan rekan kerja dan staf, sehingga memungkinkan lingkungan kerja menjadi lebih nyaman. (Baron & Parent, 2015).
Pinnington (2011) melakukan kajian empiris tentang efektivitas pengembangan kepemimpinan dan relevansi lima jenis teori kepemimpinan yaitu kharismatik, transformasional, pelayanan, spiritual, dan otentik  untuk diaplikasikan dalam tiga jenis organisasi di Skotlandia, yaitu organisasi pemerintah, swasta, dan non profit. Sebanyak enam metode pengembangan kepemimpinan dikaji, yaitu umpan balik 360°, coaching, mentoring, networks, job assignment, dan action learning. Tabel 5 menunjukkan hasil kajian tersebut.
Budiharto (2019) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran kepemimpinan otentik di Indonesia dapat dilakukan dengan mengadaptasi pengukuran kepemimpinan otentik dari skala Authentic Leadership Scale/ALQ yang disusun oleh Walumbwa, dkk (2008), terdiri dari empat aspek, yaitu self-awareness, moral perspective, balanced processing, dan relational transparency. Meskipun demikian, diketahui pula bahwa komposisi  aitem yang membentuk keempat aspek kurang seimbang, karena sebagian besar termasuk  dalam faktor self awareness.

Tokoh-Tokoh Authentic Leadership
Menurut Jatmika (2016) beberapa contoh pemimpin otentik sebagaimana makna otentik (menjadi diri yang sesungguhnya) seperti Mahatma Gandhi, Oprah Winfrey, Steve Jobs. Tokoh pemimpin di Indonesia yang mungkin dapat saya sebutkan seperti Ir. Soekarno, Bob Sadino, Gus Dur, dan Jokowi. Menjadi seorang pemimpin yang otentik tidaklah mudah, mereka sulit ditemukan, mereka ada tetapi belum memiliki kesempatan, namun bukan berarti tidak dapat dilakukan, karena kepemimpinan adalah skills. Kepemimpinan otentik memerlukan ekstra kerja keras untuk terus menyelami dirinya (self-awareness), keberanian untuk berpegang teguh pada moral dan integritas di kala situasi dan godaan untuk menjadikan diri menyimpang dari moralitas (moral), menjaga keseimbangan emosi dan perduli pada kepentingan orang banyak.

Kelebihan Authentic Leadership
Berdasarkan pemaparan materi tersebut, kepemimpinan autentik ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Pemimpin memiliki rasa peka yang tinggi terhadap keadaan orang lain, contohnya adalah memiliki simpati dan empati
2.    Pemimpin fokus terhadap hasil dalam kepentingan bersama bukan hanya kepentingan pribadi
3.     Pemimpin bersikap terbuka dan mau berbagi dengan karyawan atau orang lain, dalam hal ini pemimpin tidak takut menampilkan emosinya
4.    Memiliki hubungan yang baik dengan orang lain atau orang yang dipimpinnya, dan ada timbal balik antara keduanya. Hal tersebut dikarenakan pemimpin mampu membangun kedekatan dan rasa percaya dari orang lain atau bawahannya

Kelemahan Authentic Leadership
Meskipun pemimpin autentik memiliki berbagai kelebihan, pemimpin autentik juga memiliki kelemahan, yaitu:
1.      Pemimpin kurang tegas terhadap karyawannya akibat terlalu dekat dengan mereka
2.      Kedekatan yang erat antara pemimpin dan karyawan memunculkan sikap orang lain yang semena-mena terhadap dirinya.

Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip – prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002).Kepemimpinan adalah suatu usaha aktifitas yang berkelanjutan, diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain, dan pada akhirnya difokuskan pada upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, (Marwansyah dan Mukaram, 2002).
Pendekatan gaya (style approach) menekankan perilaku pemimpin yang berfokus pada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana mereka bertindak. Tujuan utama dari pendekatan gaya adalah untuk menjelaskan bagaimana pemimpin mengombinasikan dua jenis perilaku ini, untuk memengaruhi pengikut dalam upaya mereka mencapai tujuan. (Northouse, 2013).
Definisi Kepemimpinan Autentik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), autentik berarti (1) dapat dipercaya, (2) asli atau tulen, dan (3) sah. Sedangkan kepemimpinan bisa diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu dan situasi tertentu. Berdasarkan kedua hal tersebut, maka kepemimpinan autentik secara bahasa bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang yang tidak dibuat-buat / asli untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu dan situasi tertentu. 


DAFTAR PUSTAKA
Avolio, B. J., & Gardner, W. L. (2005). Authentic leadership development: Getting to the root of positive forms of leadership. The Leadership Quarterly, 16(3), 315-338. 

Avolio, B. J., Gardner, W. L., & Walumbawa, F. O. (2007). Authentic leadership questionnaire. Diunduh dari http://www.mindgarden.com/69-authentic-leadership-questionnaire.

Azanza, G., Moriano, J. A., & Molero, F. (2013). Authentic leadership and organizational culture as drivers of employees' job satisfaction. Journal of Work and Organizational Psychology, 29(2), 45-50.
 
Baron, L., & Parent, É. (2014). Developing Authentic Leadership Within a Training Context. Journal of Leadership & Organizational Studies, 22(1), 37–53.

Besen, F., Tecchio, E. and Fialho, F. A. P. (2015). Authentic leadership and knowledge management, Gestao & Producao., 24(1). 

Bishop, William H. (2013). Defining the Authenticity in Authentic Leadership. The Journal of Values-Based Leadership, 6(1), 1-8.

Budiharto, S. (2019). Pengembangan kepemimpinan otentik (konseptualisasi, pengukuran, dan implementasi dalam organisasi). Jurnal belum diterbitkan

Cerne, M., Nerstad, C., Dysvik, A., et al. (2014) What Goes around Comes around: Knowledge Hiding, Perceived Motivational Climate, and Creativity. Academy of Management Journal, 57, 172-192.

Chatman, J. A., & Kennedy, J. A. (2010). Psychological perspectives on leadership. US: Harvard Busness Press.

Clapp-Smith, R., Vogelgesang, G. R., & Avey, J. B. (2009). Authentic Leadership and Positive Psychological Capital: The Mediating Role of Trust at the Group Level of Analysis. Journal of Leadership & Organizational Studies, 15, 227-240.

Cottrill, K., Denise Lopez, P., & C. Hoffman, C. (2014). How authentic leadership and inclusion benefit organizations. Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, 33(3), 275–292.

Fang, H., Gu, Q., Xiong, W., & Zhou L. (2015). Demystifying the Chinese Housing Boom. NBER Working Paper, 1-72.

Gardner, W. L., Avolio, B. J., Luthans, F., May, D. R. and Walumbwa, F. (2005). Can you see the real me? A self-based model of authentic leader and follower development. The Leadership Quarterly, 16(3), 343–372.

Gardner, W. L., Cogliser, C. C., Davis, K. M., & Dickens, M. P. (2011). Authentic leadership: A review of the literature and research agenda. The Leadership Quarterly, 22(6), 1120-1145.
George, B. (2003). Authentic Leadership: Rediscovering the Secrets to Creating Lasting Value. San Francisco, CA: Jossey-Bass.

Giallonardo, L. M., WONG, C. A., & Iwasiw, C. L. (2010). Authentic leadership of preceptors: predictor of new graduate nurses’ work engagement and job satisfaction. Journal of Nursing Management, 18(8), 993–1003.

Guerrero, A. M., Mcallister, R. R. J., & Wilson, K. A. (2014). Achieving Cross-Scale Collaboration for Large Scale Conservation Initiatives. Conservation Letters, 8(2), 107–117. 
Henderson, J. E., & Hoy, W. K. (1983). Leader authenticity: The development and test of an operational measure. Educational & Psychological Research, 3(2), 63-75.

Heppner, W. L., Kernis, M. H., Nezlek, J. B., Foster, J., Lakey, C. E., & Goldman, B. M. (2008). Within-Person Relationships Among Daily Self-Esteem, Need Satisfaction, and Authenticity. Psychological Science, 19(11), 1140–1145. 

Ilies, R., Morgeson, F. P., & Nahrgang, J. D. (2005). Authentic leadership and eudaemonic well-being: Understanding leader-follower outcomes. The Leadership Quarterly, 16(3), 373-394.

Impett, E. A., Javam, L., LE, B. M., Asyabi-Eshghi, B., & Kogan, A. (2013). The joys of genuine giving: Approach and avoidance sacrifice motivation and authenticity. Personal Relationships, 20(4), 740–754.

Jatmika, D. (2016). Kepemimpinan Otentik. Jurnal Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara, 2(24).
 
Jensen, S. M., & Luthans, F. (2006). Entrepreneurs as authentic leaders: impact on employees’ attitudes. Leadership & Organization Development Journal, 27(8), 646–666. 


Kifer, Y., Heller, D., Perunovic, W. Q. E., & Galinsky, A. D. (2013). The Good Life of the Powerful. Psychological Science, 24(3), 280–288.

Klenke, K. 2007. Authentic Leadership: A Self, Leader, and Spiritual Identity Perspective. International Journal of Leadership Studies, 3 (1): 68-97.

Kruse, K. (2013). What is authentic leadership?. Diunduh dari http://www.forbes.com/sites/kevinkruse/2013/05/12/what-is-authentic-leadership/#197b2f012ddd

Le, B. M., & Impett, E. A. (2013). When Holding Back Helps. Psychological Science, 24(9), 1809–1815.

Lenton, A. P., Bruder, M., Slabu, L., & Sedikides, C. (2013). How Does “Being Real” Feel? The Experience of State Authenticity. Journal of Personality, 81(3), 276–289.  

Leroy, B., Petillon, J., Gallon, R., Canard, A., & Ysnel, F. (2011). Improving occurrence-based rarity metrics in conservation studies by including multiple rarity cut-off points. Insect Conservation and Diversity, 5(2), 159–168.

Luthans, F. and Avolio, B.J. (2003) Authentic Leadership: A Positive Developmental Approach. In: Cameron, K.S., Dutton, J.E. and Quinn, R.E., Eds., Positive Organizational Scholarship, Barrett-Koehler San Francisco, 241-261.

Marwansyah dan Mukaram (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung, Politeknik Bandung Press.

Moejiono,Imam. 2002. Kepemimpinan dan Keorganisasian. Yogyakarta:UII Press.

Monzani, B., Rijsdijk, F., Harris, J., & Mataix-Cols, D. (2014). The Structure of Genetic and Environmental Risk Factors for Dimensional Representations of DSM-5Obsessive-Compulsive Spectrum Disorders. JAMA Psychiatry, 71(2), 182.

Northouse, P. G. (2013). Leadership: Theory and practice. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications.

Parr, A. D., & Hunter, S. T. (2013). Enhancing work outcomes of employees with autism spectrum disorder through leadership: Leadership for employees with autism spectrum disorder. Autism, 18(5), 545–554. 

Peterson, S. J., & Luthans, F. (2003). The positive impact and development of hopeful leaders. Leadership & Organization Development Journal, 24(1), 26–31. 

Peter G. Northouse. 2013.  Kepemimpinan: Teori dan Praktik Jakarta Barat: Indeks.

Peter, B. M., & Slatkin, M. (2013). DETECTING RANGE EXPANSIONS FROM GENETIC DATA. Evolution, 67(11), 3274–3289. 

Peus, C., Braun, S., & Frey, D. (2012). Despite leaders’ good intentions? The role of follower attributions in adverse leadership–A multilevel model. Zeitschrift für Psychologie, 220(4), 241-250.

Pinnington, A. H. (2011). Leadership development: Applying the same leadership theories and development practices to different contexts?. Leadership, 7(3), 335–365.

Riggio, R. E. (2014). What is authentic leadership? Do you have it?. Diunduh dari https://www.psychologytoday.com/blog/cutting-edge-leadership/201401/what-is-authentic-leadership-do-you-have-it

Seco, V., & Pereira Lopes, (2013). Professionals calling in lifelong learning centers. Journal of Industrial Engineering and Management, 6(2), 668-685.

Seeman, M. (1966). Status and Identity: The Problem of Inauthenticity. The Pacific Sociological Review, 9(2), 67–73.

Shapira-Lishchinsky, O., & Tsemach, S. (2014). Psychological Empowerment as a Mediator Between Teachers’ Perceptions of Authentic Leadership and Their Withdrawal and Citizenship Behaviors. Educational Administration Quarterly, 50(4), 675–712. 

Shamir, B., & Eilam, G. (2005). “What’s Your Story?” to Life-Stories Approach to Authentic Leadership Development. The Leadership Quarterly, 16, 395-417.

Stewart Wherry, H. M. (2012). Authentic leadership, leader-member exchange, and organizational citizenship behavior: A multilevel analysis. Doctoral dissertation, University of Nebraska-Lincoln, Lincoln, NE.

Valsania, M. C., Fasano, F., Richardson, S. D., & Vincenti, M. (2012). Investigation of the degradation of cresols in the treatments with ozone. Water Research, 46(8), 2795–2804.

Veithzal, Rivai Sagala, &Juavani. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktik. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wang, Y. and Hsieh, H. (2013) Organizational Ethical Climate, Perceived Organizational Support, and Employee Silence: A Cross-Level Investigation. Human Relations, 66, 783-802.

Walumbwa, F. O., Avolio, B. J., Gardner, W. L., Wernsing, T. S., & Peterson, S. J. (2007). Authentic Leadership: Development and Validation of a Theory-Based Measure†. Journal of Management, 34(1), 89–126.

Walumbwa, F. O., Wang, P., Wang, H., Schaubroeck, J., & Avolio, B. J. (2010). Psychological processes linking authentic leadership to follower behaviors. The Leadership Quarterly, 21(5), 901-914.

Walumbwa, F. O., & Hartnell, C. A. (2011). Understanding transformational leadership-employee performance links: The role of relational identification and self-efficacy. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 84(1), 153–172.

Wong, C. A., & Cummings, G. G. (2009). The influence of authentic leadership behaviors on trust and work outcomes of health care staff. Journal of Leadership Studies, 3(2), 6–23.

Wong, C. A., & Laschinger, H. K. S. (2012). Authentic leadership, performance, and job satisfaction: the mediating role of empowerment. Journal of Advanced Nursing, 69(4), 947–959. 

Xiong, H.-B., & Fang, P. (2014). Authentic Leadership, Collective Efficacy, and Group Performance: An Empirical Study in China. Social Behavior and Personality: An International Journal, 42(6), 921–932.

Yukl, G. (2015). Kepemimpinan Dalam Organisasi. Edisi ketujuh. Jakarta: PT. Indeks

Komentar

Postingan Populer